Mm-hm-hm. Sang gadis cilik kelihatannya sedang asik menulis surat untuk sahabat penanya di Perugia, Italia—sepertinya begitu, terlihat dari mimik mukanya yang menampakkan keceriaannya setiap kali menulis beberapa huruf dalam huruf Latin yang akan ditujukan kepada sahabat lamanya itu. Hei hei hei, Luna-chan—panggilan sang gadis cilik kepada sahabatnya itu—tidak mengerti tulisan kanji Jepang. Dan anak perempuan sebelas tahun itupun sudah mulai lihai menuliskan huruf Latin. Terima kasih banyak untuk Aito-san yang telah mengajarinya—meskipun kadang orangnya sedikit menyebalkan. Hufft.. Bagaimana tidak? Sedikit-sedikit mencolek daun telinganya. Asal jangan di tempat yang sensitif saja. Kalian mengerti maksudku kan?
"AHA!" —sang gadis tengah berseru dikamarnya sambil sedikit menggebrakkan meja dengan kedua tangan mungilnya— "Suratnya selesai! Besok saja mungkin dikirimnya!" serunya lagi sambil bangkit dari tempat duduknya semula. Hazelnya menatap kearah luar jendela. Lumayan cerah juga—bola matanya menatap sang cakrawala dengan tatapan kagum. Seperti rasa kagumnya pada bidadari.
Ina Matsumoto sangat mencintai bidadari, for your information.
Namun ia pantas juga disebut bidadari dirumahnya. Yeah, ibunya sudah tiada. Kali ini ia hanya tinggal bersama ayahnya, kakak laki-lakinya, dan seorang sepupu—laki-laki pula. Duh, kondisi seperti ini akan membentuk sifatnya menjadi sedikit rebel, mungkin tidak ya? Namun pada kenyataannya sifat itu mulai tumbuh didalam dirinya. Ia tidak lagi anak perempuan yang penurut—buktinya waktu kemarin ia harus pulang dari Amerika ke Jepang, ia masih saja bersikukuh untuk tidak pergi darisana. Ahaha.. Sebenarnya biasa saja sih, mumpung masih kecil ini. Beruntung ia juga menyukai suasana rumahnya di Tokyo sekarang. But yeah, ia masih tetap merindukan Amerika sana.
Dan bidadari, tentu saja. Hahaha..PPONG!Eh, suara apapula itu? Yang jelas bukan suara kakinya yang melangkah diatas lantai kayu ini. Kalau misalnya iya, tidak mungkin. Soalnya biasanya hanya menghasilkan bunyi TUK! yang pelan. Tidak PPONG! seperti tadi.
Ah, dan kau tahu apa? Ina langsung kaget ketika dihadapan mata hazelnya telah muncul seorang—atau apa ya?—lelaki berbaju serba putih dengan senyuman misterius dan tatapan mata aquamarinenya yang tajam. Ia yakin kalau itu bukan ayahnya yang jam sekarang masih bekerja, apalagi Shuichi yang masih berkunjung ke rumah temannya. Kakaknya mungkin? HEI, ada satu keanehan dari makhluk yang muncul tiba-tiba itu. Dia memiliki ekor belang-belang. Manusia biasa tidak akan punya ekor, kan? Dan itu bukan kakaknya—malahan dia baru saja muncul dari kamarnya dan ikut terkejut melihat sosok misterius itu. Jadi siapa dia—tanuki?
"Konnichiwa, tuan-tuan dan nyonya serta calon murid yang terhormat!" sahut si lelaki misterius dengan nada bersemangat. Ina tidak tahu ya apakah dia adalah ternyata seorang—err.. Apa ya, Ina lupa. Hazelnya membulat, masih setengah kaget dengan kedatangan tanuki berwujud lelaki misterius itu.
"seperti yang sudah bisa Anda duga sebelumnya dan seperti apa yang tertera pada surat tugas saya bahwa dengan ini saya hendak memberitahu bahwa anak Anda mendapatkan kesempatan untuk bersekolah dan menjadi bagian dari akademi sihir kami; Ryokushoku o Obita," masih dalam keadaan kaget, sang gadis cilik berkulit putih khas orang Asia Timur itu menatap sang kakak yang kini ada disebelahnya dengan tatapan 'ini maksudnya apa?' dan tangannya langsung dijejali dengan buntalan hijau dari sang lelaki misterius dengan ekor belang. A—apaan lagi ini? Telinganya yang sensitif langsung menangkap suara dari sang lelaki yang mulai berbicara kembali. Ah—err—Ina tidak mengerti, sungguhan. DAN BARUSAN APA KATANYA? TELUR!?
"akhir kata, izinkan saya undur diri dari hadapan Anda sekalian. Adiosu, Mata nee!"PPONG!Hilang lagi. Meninggalkan sang gadis kecil yang sejujurnya masih bingung dengan sosok makhluk yang tadi. Iya, Ina-chan, dia bukan bidadari yang selalu memasuki imajinasimu itu. Itu—
"Hahaha.. Sepertinya kau punya bakat terpendam menjadi seorang penyihir, Ina-chan," ujar sang kakak sambil menepuk kedua pundaknya. Oh, oke, Ina penyihir. Dan seperti tebakan kalian..
Dia masih tidak mengerti.
Labels: 1997, First Letter